Gelombang protes dari pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat ke permukaan. Kali ini, para driver menolak keras kehadiran perwakilan dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Darat) Kementerian Perhubungan, dan menuntut agar langsung bertemu dengan Menteri Perhubungan (Menhub). Aksi ini mencerminkan ketidakpuasan mendalam para pengemudi terhadap kebijakan dan komunikasi antara pemerintah dengan mereka.

Dalam serangkaian demonstrasi yang berlangsung di beberapa kota besar, para pengemudi menyuarakan keluhan atas skema tarif baru, regulasi yang dianggap menyulitkan, hingga ketidakadilan dalam pembagian insentif oleh aplikasi penyedia jasa. Mereka menegaskan bahwa hanya Menhub yang bisa menjawab aspirasi mereka secara tuntas, bukan hanya perwakilan teknis.
Latar Belakang Ketegangan
Sejarah Ketidakpuasan Driver Ojol
Kisah ketegangan antara pengemudi ojol dan pemerintah bukanlah hal baru. Sejak booming transportasi daring di Indonesia, regulasi yang mengatur sektor ini selalu menuai polemik. Para pengemudi merasa mereka adalah bagian penting dari roda transportasi nasional, namun tidak mendapat perlindungan hukum dan ekonomi yang memadai.
Permasalahan utama yang sering mencuat meliputi:
- Tarif dasar yang dianggap terlalu rendah
- Skema insentif yang berubah sepihak
- Pemotongan pendapatan oleh aplikator
- Ketiadaan jaminan sosial dan keamanan kerja
Respons Pemerintah yang Tak Kunjung Memuaskan
Meskipun Kementerian Perhubungan beberapa kali mengeluarkan regulasi untuk mengatur transportasi daring, para driver menilai aturan tersebut masih terlalu berpihak pada korporasi aplikasi. Salah satunya adalah penetapan tarif batas atas dan bawah, yang dinilai belum mencerminkan biaya operasional di lapangan.
Kementerian juga dianggap kurang transparan dalam merumuskan kebijakan, serta kurang membuka ruang dialog dengan perwakilan komunitas pengemudi. Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan yang makin meluas.
Aksi Unjuk Rasa dan Penolakan Perwakilan Ditjen Darat
Kronologi Unjuk Rasa Terbaru
Pada 20 Mei 2025, ribuan driver ojol dari berbagai komunitas berkumpul di depan kantor Kementerian Perhubungan di Jakarta. Mereka datang dengan spanduk, pengeras suara, dan pernyataan sikap yang jelas: menolak perwakilan Ditjen Darat dan meminta bertemu langsung dengan Menhub.
Aksi ini merupakan kelanjutan dari komunikasi yang buntu antara komunitas pengemudi dan pihak kementerian. Para pengemudi merasa aspirasinya tidak pernah benar-benar diperhatikan.
Ketika perwakilan Ditjen Darat mencoba menemui massa aksi, respons para pengemudi sangat tegas. Mereka menolak dialog dengan alasan bahwa hanya Menhub yang memiliki otoritas dan kapasitas untuk merespons tuntutan mereka.
Tuntutan Utama dari Komunitas Pengemudi
Dalam aksi tersebut, para pengemudi menyampaikan sejumlah tuntutan utama:
- Revisi tarif minimum dan maksimum yang sesuai dengan biaya operasional nyata di lapangan.
- Transparansi dan keterlibatan pengemudi dalam pembuatan kebijakan.
- Pemberian status pekerja formal atau perlindungan sosial seperti asuransi dan jaminan hari tua.
- Pengawasan terhadap aplikator dalam menetapkan potongan dan insentif.
- Dialog langsung dengan Menteri Perhubungan, bukan hanya pejabat teknis.
Suara dari Lapangan
Wawancara dengan Perwakilan Driver
Andi Surya, seorang pengemudi ojol asal Bekasi yang telah bergabung dalam profesi ini selama lima tahun, menyatakan bahwa unjuk rasa ini bukan sekadar aksi spontan, melainkan akumulasi kekecewaan.
“Kami sudah capek dijadikan objek, bukan subjek. Selama ini kami hanya diberi janji. Kalau mau serius dengar suara kami, tolong Menhub sendiri yang turun,” ujar Andi.
Menurutnya, para pengemudi semakin sulit hidup karena tarif tak sebanding dengan beban biaya harian seperti bensin, perawatan motor, dan cicilan kendaraan.
Suara Komunitas Pengemudi
Komunitas pengemudi seperti Garda Indonesia, Front Ojol Nasional, dan Serikat Ojol Bersatu turut menyuarakan keprihatinan yang sama. Mereka menilai pemerintah terlalu tunduk pada kepentingan korporasi besar, dan melupakan bahwa para pengemudi adalah bagian dari ekonomi rakyat.
Ketua Serikat Ojol Bersatu, Iqbal Hasan, menegaskan bahwa jika Menhub tidak turun langsung menemui pengemudi, maka aksi akan terus berlanjut dan meluas.
“Kami siap duduk bersama, berdiskusi secara terbuka. Tapi bukan dengan perwakilan yang tidak bisa memutuskan apa-apa,” ucapnya lantang.
Reaksi Pemerintah dan Aplikator
Pernyataan Kementerian Perhubungan
Dalam tanggapan resminya, Kementerian Perhubungan melalui juru bicara Ditjen Perhubungan Darat mengatakan bahwa pihaknya selalu terbuka untuk berdialog. Namun, keputusan untuk menghadirkan perwakilan Ditjen Darat adalah bagian dari prosedur teknis internal.
“Menteri tidak bisa serta-merta turun langsung ke lapangan tanpa analisis awal dari tim teknis,” kata juru bicara tersebut.
Namun, pernyataan ini justru memicu reaksi balik dari para pengemudi yang menganggap pemerintah bersembunyi di balik birokrasi.

Respons dari Aplikator
Pihak aplikator seperti Gojek dan Grab menyatakan bahwa mereka mendukung dialog konstruktif antara pengemudi dan pemerintah. Namun, mereka juga mengingatkan bahwa setiap kebijakan harus mempertimbangkan kelangsungan bisnis dan kepentingan konsumen.
Beberapa perwakilan aplikator bahkan sempat mengadakan pertemuan tertutup dengan perwakilan komunitas pengemudi, namun hasilnya belum memuaskan.
Dimensi Sosial dan Ekonomi
Ojol sebagai Tulang Punggung Ekonomi Informal
Peran pengemudi ojol di Indonesia sangat penting, terutama sebagai bagian dari ekonomi informal. Mereka menjadi tulang punggung transportasi urban dan logistik mikro di banyak kota besar. Selama pandemi COVID-19, peran mereka makin terasa saat mereka menjadi pengantar utama kebutuhan pokok masyarakat.
Namun ironisnya, kontribusi besar ini belum dibarengi dengan perlindungan yang setara. Mereka tetap berada di zona abu-abu status pekerjaan—bukan karyawan, tapi juga bukan mitra dalam arti penuh.
Ketimpangan Kekuasaan antara Driver dan Aplikator
Model kerja antara pengemudi dan perusahaan aplikator selama ini menuai kritik karena menciptakan ketimpangan kekuasaan. Pengemudi tidak memiliki kendali atas skema tarif, insentif, bahkan sanksi yang dikenakan oleh sistem aplikasi.
Dalam banyak kasus, akun driver bisa ditangguhkan atau dibekukan tanpa proses transparan, yang mengakibatkan hilangnya pendapatan harian mereka.
Arah Kebijakan ke Depan
Perlunya Intervensi Langsung Pemerintah
Jika tuntutan pengemudi untuk bertemu langsung dengan Menhub diabaikan, hal ini dapat menimbulkan krisis kepercayaan yang lebih besar terhadap pemerintah. Oleh karena itu, banyak pihak menyarankan agar Menhub segera mengagendakan pertemuan formal dengan komunitas driver.
Langkah ini tidak hanya menunjukkan kepemimpinan, tetapi juga bisa membuka jalan untuk dialog lebih konstruktif dan solusi jangka panjang.
Regulasi yang Berpihak pada Keadilan Sosial
Regulasi yang akan datang diharapkan tidak hanya mengatur teknis, tetapi juga mencerminkan prinsip keadilan sosial. Beberapa usulan yang telah mengemuka antara lain:
- Penetapan tarif minimum yang mengacu pada harga BBM dan inflasi
- Skema insentif transparan dan adil
- Pembentukan badan pengawasan independen untuk aplikator
- Pemberian akses BPJS Ketenagakerjaan bagi pengemudi
Kesimpulan: Momen Penentuan Masa Depan Transportasi Online
Penolakan driver ojol terhadap perwakilan Ditjen Darat bukan sekadar bentuk ketidaksopanan atau emosi sesaat. Ini adalah simbol dari krisis komunikasi dan akumulasi ketidakpuasan yang sudah berlangsung lama. Para pengemudi menuntut pengakuan dan keadilan—dua hal yang selama ini mereka rasa belum sepenuhnya diberikan.
Pemerintah, terutama Menhub, perlu menyadari bahwa hadir langsung di tengah pengemudi bukan hanya soal formalitas, tetapi juga sinyal kuat bahwa negara tidak abai terhadap suara rakyat kecil. Di sisi lain, aplikator juga harus membuka ruang dialog yang jujur dan terbuka agar hubungan kemitraan tidak hanya menjadi slogan kosong.
Kini bola ada di tangan Menteri Perhubungan. Mampukah ia merespons dengan bijak, atau justru memilih jalan birokratis yang memperpanjang ketegangan? Waktu akan menjawab. Namun satu hal yang pasti: para pengemudi ojol tidak akan diam, dan suara mereka semakin nyaring menuntut keadilan.