Penangkapan Ketua LSM MPL oleh Polda Banten
Penangkapan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Merah Putih Lestari (MPL) menggemparkan publik Banten. Pria berinisial AR, yang selama ini dikenal vokal dalam menyuarakan isu lingkungan dan pengawasan proyek daerah, justru terseret kasus pemerasan terhadap sebuah perusahaan swasta yang beroperasi di wilayah Tangerang, Banten. Kasus ini menambah deretan panjang laporan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum LSM yang belakangan marak terjadi.

Kepolisian Daerah Banten berhasil menangkap AR pada Selasa (10/6) malam, di sebuah rumah kontrakan di daerah Cikupa, Tangerang. Penangkapan ini dilakukan setelah adanya laporan resmi dari pihak perusahaan yang merasa diperas oleh AR dan beberapa anggotanya dengan dalih “pengawasan proyek” dan ancaman laporan ke aparat penegak hukum.
Menurut Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Ery Fathurahman, AR ditangkap setelah terbukti meminta uang sebesar Rp400 juta kepada pihak manajemen perusahaan dengan ancaman akan menyebarkan dugaan pelanggaran lingkungan dan manipulasi dokumen proyek ke publik dan media sosial.
Kronologi Kasus Pemerasan
Modus Operandi Tersangka
AR memanfaatkan citra LSM sebagai lembaga kontrol sosial untuk mendekati sejumlah perusahaan yang menjalankan proyek-proyek besar di wilayah Banten, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. Dalam kasus ini, AR mendekati perusahaan konstruksi yang sedang mengerjakan proyek jembatan senilai miliaran rupiah.

Dengan menggunakan identitas resmi sebagai Ketua LSM MPL, AR bersama timnya melakukan “investigasi” dan mengklaim menemukan sejumlah dugaan pelanggaran dalam proses pengerjaan proyek. Dugaan tersebut meliputi pelanggaran Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), ketidaksesuaian antara dokumen dan pelaksanaan proyek, serta indikasi manipulasi laporan volume pekerjaan.
Setelah itu, AR menghubungi pihak perusahaan dan mengajukan dua pilihan: membayar sejumlah uang untuk “membantu menyelesaikan” dugaan pelanggaran tersebut, atau membiarkan laporan itu dilayangkan ke Kejaksaan Tinggi dan media nasional.
Proses Penyerahan Uang
Setelah melakukan negosiasi beberapa kali, pihak perusahaan akhirnya menyerahkan dana sebesar Rp400 juta secara bertahap. Transaksi dilakukan di luar kantor dan tanpa dokumen resmi. Uang tersebut kemudian digunakan oleh AR untuk keperluan pribadi, termasuk membeli mobil, perhiasan, dan membayar cicilan rumah.
Namun, perusahaan yang merasa keberatan dan tertekan akhirnya melaporkan kejadian ini ke kepolisian. Setelah dilakukan penyelidikan intensif selama dua minggu, polisi mengumpulkan cukup bukti dan melakukan operasi penangkapan terhadap AR.
Pengakuan dan Reaksi Pihak Berwenang
Pengakuan Tersangka Saat Diperiksa
Dalam pemeriksaan awal, AR mengakui telah menerima uang dari perusahaan tersebut. Ia berdalih bahwa uang itu merupakan “donasi sosial” untuk mendukung kegiatan advokasi lingkungan. Namun, penyidik berhasil menemukan bukti kuat berupa rekaman percakapan, bukti transfer, serta surat ancaman yang ditulis oleh AR kepada pihak perusahaan.
“Motifnya jelas adalah pemerasan. Tidak ada kegiatan sosial apapun yang dilakukan dengan dana tersebut,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten, Kombes Pol Heri Wahyudi.
AR juga mengungkapkan bahwa ia sudah beberapa kali melakukan pendekatan serupa ke perusahaan lain, tetapi baru kali ini aksinya berujung laporan ke polisi.
Pernyataan Polda Banten
Polda Banten menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap LSM abal-abal atau yang menyalahgunakan status untuk pemerasan akan terus ditingkatkan. Polisi kini tengah menelusuri jaringan yang terlibat dalam LSM MPL dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain.
“Tidak semua LSM buruk, tetapi oknum seperti ini merusak citra seluruh lembaga masyarakat. Kami berharap masyarakat dan dunia usaha berani melapor jika mengalami tekanan serupa,” kata Kapolda Banten, Irjen Pol Rudy Heriyanto.
Reaksi Publik dan Pengamat
Tanggapan Pemerintah Daerah dan LSM Lain
Pemerintah Provinsi Banten menyayangkan peristiwa tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya akan memperketat pengawasan terhadap aktivitas LSM di daerah. Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, menegaskan bahwa pemanfaatan status organisasi untuk kepentingan pribadi adalah tindakan yang harus ditindak tegas.
“Kita tidak boleh membiarkan satu-dua oknum mencoreng seluruh sistem demokrasi partisipatif yang kita bangun,” ujarnya.
Sementara itu, beberapa LSM ternama di Banten mengutuk keras tindakan AR. Ketua LSM Hijau Bersatu, Wenny Suryana, menilai bahwa tindakan semacam ini memperburuk kepercayaan publik terhadap organisasi masyarakat.
“Padahal banyak LSM yang bekerja keras, dengan dana sendiri, demi membela masyarakat dan lingkungan. Ini mencederai perjuangan itu semua,” ujarnya.
Komentar Pengamat Sosial
Pengamat hukum dan sosial dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dr. Budi Santosa, mengatakan bahwa fenomena penyalahgunaan status LSM bukan hal baru di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa lemahnya regulasi dan minimnya kontrol membuat oknum bebas menjalankan praktik pemerasan.
“Banyak LSM yang tidak terdaftar secara resmi tetapi aktif melakukan kegiatan yang seolah-olah sah. Padahal secara legal mereka tidak memiliki struktur dan akuntabilitas yang jelas,” ujar Budi.
Ia menyarankan agar pemerintah membentuk badan khusus yang bertugas memverifikasi legalitas dan aktivitas LSM di seluruh Indonesia.
Implikasi Hukum dan Langkah Lanjutan
Pasal yang Dikenakan dan Ancaman Hukuman
AR kini ditahan di Polda Banten dan dijerat dengan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara. Polisi juga tengah mendalami kemungkinan adanya pelanggaran lain seperti pencucian uang dan penyalahgunaan identitas organisasi.
“Kami sedang menyisir aset-aset tersangka, termasuk rumah dan kendaraan mewah yang diduga dibeli dari hasil pemerasan,” ujar Kombes Heri.
Jika ditemukan adanya aliran dana mencurigakan ke rekening pihak lain, tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka tambahan.
Langkah Pencegahan dari Kepolisian
Kepolisian juga berencana menggandeng pemerintah daerah dan kejaksaan untuk membentuk forum koordinasi yang membahas pengawasan terhadap organisasi kemasyarakatan di daerah. Forum ini bertujuan agar tidak ada lagi LSM gadungan yang berkedok pengawasan proyek untuk menakuti-nakuti pelaku usaha.
Selain itu, kepolisian mengimbau perusahaan agar tidak mudah memberikan uang kepada pihak yang mengaku dari LSM tanpa verifikasi dan dokumentasi resmi. Perusahaan diharapkan melapor jika merasa terintimidasi atau diancam oleh pihak luar.
Kesimpulan: Menjaga Marwah LSM dari Praktik Oknum
Kasus penangkapan Ketua LSM MPL menjadi peringatan keras bagi seluruh pihak bahwa penyalahgunaan kewenangan, apalagi dalam konteks lembaga sosial, adalah kejahatan yang serius. Kepercayaan masyarakat terhadap LSM dibangun dengan proses panjang dan kerja keras, dan praktik-praktik pemerasan semacam ini bisa menghancurkan semua itu dalam sekejap.
Penting bagi seluruh elemen, baik pemerintah, aparat penegak hukum, pelaku usaha, hingga masyarakat sipil, untuk saling bekerja sama memastikan bahwa lembaga masyarakat benar-benar menjalankan fungsinya secara jujur, transparan, dan akuntabel.
Dengan penegakan hukum yang tegas, serta edukasi yang terus dilakukan, diharapkan tidak ada lagi kasus serupa yang mencoreng wajah demokrasi dan partisipasi publik di tanah air.